Dedikasi Untuk Negeri

Sebuah Tinjauan Kritis: Pro dan Kontra Program Sekolah Rakyat

Oleh: Rahmalia Ramdlini

Pendidikan merupakan sebuah pilar utama dalam upaya membangun masyarakat yang maju dan sejahtera. Namun, faktanya hal tersebut masih menjadi tantangan besar di Indonesia. Khususnya pemerataan akses Pendidikan yang berkualitas, terutama untuk anak-anak yang berasal dari keluarga miskin. Untuk itu, pemerintah berencana mengaktifkan kembali program Sekolah Rakyat. Sebuah program Pendidikan berasrama yang ditujukan untuk anak-anak dari golongan keluarga miskin dan miskin ekstrem. Namun, lagi-lagi program ini menuai banyai pro dan kontra dari publik. Mengingat, Sekolah Rakyat merupakan warisan budaya kolonial Belanda yang dikhawatirkan akan muncul kembali istilah sekolah rakyat miskin dan sekolah kaum elite atau bangsawan.

Kilas Balik Sejarah Sekolah Rakyat

Untuk memahami polemik seputar program Sekolah Rakyat, penting untuk melihat kembali sejarahnya. Sekolah Rakyat pertama kali didirikan pada masa penjajahan Belanda dengan nama Hollandsch-Inlandsche School (HIS). Pada awalnya, HIS memang bertujuan untuk memberikan pendidikan dasar bagi anak-anak pribumi, namun dengan kurikulum yang terbatas dan kualitas yang berbeda jauh dibandingkan dengan sekolah-sekolah untuk anak-anak Eropa atau kalangan priyayi. Tujuan utamanya lebih condong pada pembentukan tenaga kerja terampil tingkat rendah yang dapat melayani kepentingan kolonial.

Sistem pendidikan kolonial ini secara inheren menciptakan stratifikasi sosial yang kental. Sekolah-sekolah dibagi berdasarkan kelas sosial dan etnis, yang secara langsung merefleksikan hierarki kekuasaan pada masa itu. Anak-anak pribumi miskin, jika berkesempatan sekolah, seringkali hanya mendapatkan pendidikan dasar yang tidak memadai untuk mobilitas sosial yang berarti. Inilah yang menjadi akar kekhawatiran masyarakat saat ini: apakah program Sekolah Rakyat yang baru akan tanpa sadar mereplikasi pola diskriminatif tersebut?

Pro: Menjadi Sebuah Harapan akan Akses Pendidikan yang Merata

Meski menuai kontroversi, para pendukung program ini memiliki argument kuat. Mereka melihat program ini bisa menjadi sebuah solusi yang konkret upaya untuk memeratakan akses pendidikan yang berkualitas bagi anak-anak yang berasal dari keluarga miskin dan miskin ekstrem, yang mana selama ini bagi mereka hal tersebut sangat sulit dijangkau karena sistem pendidikan konvensional.

Salah satu poin utamanya adalah pendidikan berasrama, anak-anak akan mendapatkan lingkungan belajar yang kondusif terlepas dari kondisi ekonomi keluarga mereka. Selain itu, program ini juga berpotensi menyediakan kurikulum yang terfokus serta tenaga pengajar yang ahli. Sekolah Rakyat ini dapat menawarkan Pendidikan yang lebih intensif dengan membekali para siswa dengan keterampilan yang relevan agar meningkatkan peluang mereka di masa depan.

Para pendukung juga menekankan bahwa dengan program ini bisa menjadi sebuah jembatan untuk memutus rantai kemiskinan antargenerasi. Jika dengan memberikan Pendidikan yang layak, tentu anak-anak dari keluarga miskin ini memiliki kesempatan yang sama dengan anak- anak lain pada umumnya untuk meraih masa depan yang lebih baik.

Kontra: Kehawatiran Akan Stigmatisasi dan Diskriminasi

Namun, disisi lain tidak sedikit yang kontra atau tidak setuju dengan program ini. Kritikan terhadap program ini banyak yang berpendapat bahwa kekhawatiran utamanya adalah berpotensi akan munculnya stigmatisasi dan diskriminasi yang melekat pada nama dan konsep Sekolah Rakyat itu sendiri. Masyarakat khawatir dengan menggunakan istilah tersebut akan secara implisit menciptakan kembali kategori siswa mampu yang bersekolah di sekolah biasa dan siswa miskin yang bersekolah di “Sekolah Rakyat”. Ini tentu akan menimbulkan rasa malu atau bahkan rendah diri pada anak-anak yang belajar di Sekolah Rakyat tersebut, bahkan bisa memperdalam kesenjangan sosial di mata masyarakat.

Selain itu, ada kekhawatiran tentang kualitas pendidikan yang diberikan. Meskipun tujuannya mulia, implementasi program semacam ini memerlukan pengawasan ketat dan alokasi sumber daya yang besar. Jika tidak dikelola dengan baik, ada risiko Sekolah Rakyat justru menjadi tempat penampungan bagi anak-anak miskin dengan kualitas pendidikan yang inferior, alih- alih menjadi wadah pengembangan potensi. Hal ini dapat memperburuk ketimpangan, bukan menguranginya.

Simpulan

Pengaktifan kembali program Sekolah Rakyat ini menunjukkan betapa pentingnya permasalahan distribusi akses pendidikan di Indonesia, terutama untuk anak-anak dari keluarga yang tidak mampu. Walaupun ada kekhawatiran yang sah tentang stigmatisasi dan diskriminasi yang berasal dari sejarah kolonialnya, manfaat positif program ini dalam memberikan akses pendidikan yang lebih baik tidak boleh diabaikan. Tantangan utama ada pada perancangan dan pelaksanaan program ini sehingga tidak mengulang kesalahan yang telah terjadi sebelumnya. Melalui rebranding yang efektif, jaminan mutu pendidikan yang sebanding atau lebih unggul, integrasi sosial, serta transparansi dan akuntabilitas yang tinggi, program Sekolah Rakyat memiliki potensi sebagai alat vital dalam mewujudkan impian bangsa untuk mendidik kehidupan setiap anak Indonesia, tanpa terkecuali, dan memutus siklus kemiskinan antar generasi

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *